Konsep Keterikatan merek yang semakin populer ini sebenarnya bukanlah termasuk konsep yang baru. Konsep Keterikatan merek awalnya berkembang dengan meminjam konsep keterikatan (attachment) dari disiplin ilmu psikologi yang dikenal sebagai teori keterikatan (attachment theory), dicetuskan pertama kali oleh Bowbly (1979). Bowbly menyatakan bahwa tingkat keterikatan emosional terhadap suatu objek dapat memprediksi sifat interaksi individu dengan objek tersebut. Misalnya individu yang terikat dengan seseorang sangat mungkin untuk berkomitmen dan mau berkorban untuk seseorang tersebut (Thomson et al., 2005). 

Teori keterikatan menjadi dasar adanya kemungkinan bahwa konsumen dapat mengembangkan keterikatan emosional yang kuat dengan merek. Thomson et al. (2005) menganalogikan hubungan konsumen-merek separti hubungan individu-objek dalam teori keterikatan. Mereka berpendapat bahwa keterikatan emosional konsumen terhadap suatu merek dapat memprediksi komitmen konsumen tersebut terhadap merek (misalnya loyalitas merek) dan kerelaan mereka untuk melakukan pengorbanan keuangan untuk mendapatkan merek tersebut (misalnya rela untuk membayar dengan harga premium).

 

 
Keterikatan merek didefinisikan oleh Lacoeuilhe  dalam Louis dan Lombart (2010) sebagai “variabel psikologi yang memperlihatkan suatu hubungan afektif dengan merek yang langgeng dan tak berubah (perpisahaan adalah menyakitkan) dan menunjukkan hubungan kedekatan secara psikologi dengan merek tersebut”. Sejalan dengan definisi dari Lacoeuilhe namun lebih sederhana, Park et al. (2010) mendefinisikan keterikatan merek sebagai “kekuatan ikatan yang menghubungkan merek dengan diri seseorang”. Ikatan ini ditunjukkan oleh jaringan ingatan yang kaya dan mudah diakses (gambaran mental) yang melibatkan pikiran dan perasaan tentang merek dan hubungan merek dengan diri.

Park et al (2010) membagi keterikatan merek menjadi dua faktor penting yang mencerminkan sifat konseptual keterikatan merek yaitu brand-self connection(hubungan merek-diri) dan brand prominence (kemenonjolan merek). 

Brand-self connection adalah hubungan antara merek dan diri yang bersifat kognitif dan emosional. Keterhubungan ini penting untuk mempermudah pemenuhan kebutuhan utilitarian, experiential dan atau simbolik. Sedangkan brandprominenceadalah sejauh mana perasaan positif dan kenangan tentang obyek keterikatan dirasakan sebagai puncak pikiran (top of mind) (Park et al., 2010). Kenangan positif tentang obyek keterikatan (merek) akan lebih menonjol untuk orang yang sangat terikat pada obyek keterikatan dibandingkan konsumen yang menunjukkan keterikatan lemah.




Penulis: Johan Albantani