Brand personality (Kepribadian merek) adalah topik yang menarik dan penting dalam penelitian bidang marketing saat ini karena dapat membantu untuk membedakan merek dengan merek lainnya, membangun aspek emosional, dan memperbesar makna personal suatu merek. (Aaker, 1995). Aaker (1997) mendefinisikan Kepribadian merek sebagai “sekumpulan karakteristik manusia yang dikaitkan atau dihubungkan dengan merek”. Sedangkan (Kotler dan Keller (2009) dengan makna yang sama mengartikan kepribadian merek sebagai “campuran sifat manusia tertentu yang dapat di hubungkan dengan merek tertentu”. Sama maknanya dengan dua definisi diatas, Ferrandi and Valette dalam Louis dan Lombart (2010) mendefinisikan kepribadian merek sebagai “seluruh sifat kepribadian yang digunakan untuk mencirikan seseorang dan memiliki asosiasi dengan merek”.

Gagasan bahwa benda mati seperti merek dapat dikaitkan dengan seperangkat karakteristik manusia diterima dengan baik oleh para psikolog sosial. Argumen dasarnya adalah bahwa sasaran sikap, seperti merek, dapat dikaitkan dengan ciri-ciri kepribadian yang memberikan manfaat ekspresif atau simbolis diri bagi konsumen. Ekspresi diri dapat menjadi pendorong (driver) yang berpengaruh pada preferensi dan pilihan konsumen (Aaker, 1999).

Kepribadian merek terbentuk melalui sikap konsumen terhadap merek tertentu  (Kapferer, 2008). Dengan kata lain, kepribadian suatu merek berada di benak atau persepsi konsumen yang terbentuk secara langsung maupun tidak langsung melalui pengalaman langsung dalam menggunakan produk atau melalui usaha pemasaran. Kepribadian merek dibentuk melalui nama merek, simbol atau logo, iklan, atribut produk, dan juru bicara (spokesperson) (Grohmann, 2009 ).

Cara merek berbicara tentang produk atau servicenya memperlihatkan jenis orang seperti apakah merek ini jika ia adalah manusia (Kapferer, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa Kepribadian merek cenderung simbolik dan dapat menjadi sarana ekspresi diri konsumen serta instrumen dalam menolong konsumen mengekspresikan aspek-aspek yang berbeda dalam diri mereka (Aaker, 1997 ).

Aaker (1997) telah mengembangkan model yang digunakan untuk menilai kepribadian merek. Model tersebut mengidentifikasi beberapa dimensi kepribadian yang paling mungkin berasosiasi dengan merek didalam pikiran konsumen. Dimensi tersebut dikelompokkan kedalam lima kategori utama yaitu: sincerity,excitement, competence, sophistication, and ruggedness. Didalam dimensi-dimensi tersebut terdapat 15 sub dimensi dan 42 item personality. Dimensi dan aspek kepribadian merek ditunjukkan dalam Tabel 1.

Sebagai kritik terhadap definisi kepribadian merek yang dicetuskan oleh Aaker (1997), Azoulay dan Kapferer (2004) memberikan definisi kepribadian merek yang lebih tegas dan tepat dalam mengukur kepribadian (personality). Mereka mendefinisikan kepribadian merek sebagai “seperangkat sifat kepribadian manusia yang dapat diterapkan untuk merek dan relevan dengan merek.”

Definisi tersebut berupaya memperbaiki skala yang dikembangkan Aaker karena didalam skala Aaker tersebut terdapat beberapa item yang menurut Azoulay dan Kapferer kurang tepat untuk mengukur kepribadian merek. Skala yang kurang tepat tersebut berkaitan dengan intellectual abilitiesgender, dan social class.



Penulis: Johan Albantani